Saturday, November 29, 2008

999

Tanggal 9 bulan 9 tahun 1999, siswa – siswi kelas 3 SD Negeri 04 Sungai Baru berlarian tidak karuan di kelas, tidak tahu hendak berlabuh ke mana menghadapi gelombang panik yang menghantam. Gelombang itu adalah gelombang amarah pembalasan dendam suku M atas suku D yang pernah terjadi sekitar beberapa bulan sebelumnya di Sambas dan daerah lainnya, Kalimanatan Barat.
Wow, itu pengalaman yang tidak terduga sama sekali. Apalagi ketika mengingat waktu kejadiannya yang berlatar tiga angka sembilan. Saya termasuk salah satu siswi yang berlarian itu. Waktu itu saya, teman-teman SD, dan guru-guruku sangat panik,kami seperti terombang-ambing oleh amukan lautan. Telinga kecilku terus saja terngiang suara teman-temanku yang berlarian dan berteriak “Hari ini tanggal 9 bulan 9 tahun 99, mereka telah datang, hantu mereka kembali.” Suasana sekolahku yang tadinya begitu indah dengan hamparan sawah dan hijaunya hutan di sekitarnya, tiba-tiba berubah menjadi awan kabut yang menyelimuti setiap anak yang menggigil ketakutan di pojok kelas 3. Melihat ketakutan kami akan isu 999, para guru pun segera memulangkan kami. Saya dan teman-teman berlari sekencang mungkin kembali ke rumah dan berlindung di bawah payung hangatnya keluarga.
Memang, sekitar beberapa bulan sebelumnya telah terjadi kerusuhan antara suku M dan suku D yang cukup menyita masa kecilku. Pada saat itu, selama beberapa minggu, saya dan teman-temanku tidak bisa bermain di hutan, menelusuri sungai besar pasang maupun surut, dan berlarian di pasar terapung kesukaanku. Malam hari kami, pun hanya diterangi lampu-lampu petromax itu karena listrik rumah penduduk telah dimatikan oleh pihak tertentu, kegiatan ekonomi di pasar pun tidak berjalan, tetapi persediaan minyak tanah para pedagang ludes. Kok bisa ?pikirku saat itu. Ternyata bahan bakar itu digunakan untuk membakar rumah-rumah suku M. Mayat-mayat korban kerusuhan telah berserakan dalam wujud potongan-potongan tubuh di jembatan, jalan-jalan pasar, dan sungai. Salah satu mayat yang sudah berwujud potongan itu adalah guruku yang baru beberapa minggu mengajar di sekolah..T_T. Sungguh sayang, beliau guru yang sangat halus budinya dan cara mengajarnya pun berbeda dengan guru-guruku yang lain. Saya hanya bisa berdoa semoga beliau diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Malam pekat tidak akan terelakan, saya harus kembali menggigil kedinginan dan ketakutan, malam itu tiba-tiba terdengar teriakan wanita minta tolong dari seberang sungai besar depan rumahku. Saya dan penduduk lainnya hanya bisa menunggu sampai matahari menyapa kami. Pagi hari itu kami tidak bisa bersikap seakan-akan tadi malam kami dihibur oleh lembutnya sinar bulan purnama karena teriakan wanita itu sunguh menyayat hati, siapa dia ? Apakah dia menjadi korban pembantaian ? Beberapa bulan kemudian, keadaan telah aman dan tenteram. Namun, saya masih bingung apa sebenarnya yang menyebabkan kerusuhan itu ? Hingga sekarang, saya sudah kelas 3 SMA, tetap masih tidak jelas penyebab kerusuhan di tempat tinggalku.
Nah, itulah sepenggal pengalaman masa kecilku yang telah berlalu 9 tahun yang lalu di Kal-Bar, saat ini saya tinggal dan bersekolah di Tegal. Teman-temanku di Tegal ada yang sudah tahu cerita ini, tetapi saya tetap menulisnya di blogku. Bingung sih mau nulis apa lagi, lumayan lah buat langkah awal. Kan selalu harus ada yang menjadi langkah pertama untuk menapaki puncak.
By Julisa

No comments: